5 Pertimbangan Sebelum Membeli Baju

"Baju baru alhamdulillah. 'Tuk dipakai di hari raya. Tak ada pun tak apa-apa. Masih ada baju yang lama."

Begitulah nyanyian Dhea Ananda sewaktu ia masih kecil. Bertahun-tahun kemudian, nyanyian itu masih hits setiap menjelang lebaran, atau bahkan menjadi nyanyian saat menggoda teman yang membeli baju baru.

"Oh, ya?" Sambung backing vocal-nya.

Ya! Saya menjawabnya.

Sustainable fashion
Kenapa saya memakai baju yang itu-itu saja? Foto oleh Edward Howell via Unsplash

Sebelum dan saat bulan Ramadan kemarin, teman saya beberapa kali meminta saya menemaninya ke toko baju untuk melihat-lihat apakah ada baju yang menarik hati. Lumayanlah sambil lihat-lihat juga, mana tahu ada yang saya suka, pikir saya. Namun, beberapa kali itu pula saya hanya menemani, dan pulang dengan tangan kosong. Tidak ada yang membuat saya betul-betul ingin mengangkutnya pulang.

Bukan karena tidak ada menarik. Sebagai salah satu destinasi orang belanja baju, Payakumbuh (harusnya) menyediakan baju-baju yang bagus. Saya pun sempat tertarik dengan sebuah outer brokat yang lumayan panjang. Sepertinya cocok untuk dipakai ke acara semi-formal. Saya berdiri agak lama memerhatikan produk sandang yang digantung itu.

"Kenapa nggak dibeli aja, Del?" Tanya teman saya.

Apa yang saya pertimbangan sebelum membeli baju?

Hmm...

Apakah saya benar-benar butuh?

Saya nggak bisa memastikan apakah outer yang menurut saya menarik itu akan terus menarik, atau itu hanya perasaan temporer saja. Sebab, saya pernah membeli outer ala etnik gitu, dan dalam sekejap saja sudah merasa bosan. Padahal waktu melihatnya di toko, mata saya berbinar-binar dan langsung jatuh hati pada pandangan pertama. Kan sayang kalau pakaian yang dibeli hanya menjadi tumpukan tak terpakai di dalam lemari.

Apakah saya sudah punya barang yang sama?

Kalau dipikir lagi, kenapa saya nggak mau beli outer lagi ya karena saya sudah punya beberapa outer lain. Kualitasnya pun masih sangat bagus. Meskipun modelnya berbeda, tetapi outer tetaplah outer, fungsinya sama saja. Lagipula pakaian-pakaian yang saya punya itu umumnya berwarna netral, jadi cocoklah untuk dipadupadankan dengan berbagai outfit yang lain.

Apakah masih ada ruang di lemari pakaian?

Selain sudah punya beberapa pakaian sejenis yang masih sangat layak pakai, saya melihat isi lemari sudah lumayan penuh. Bahkan ruang kosong yang tersisa sangat sedikit. Harus ada yang saya keluarkan terlebih dahulu untuk mengisinya kembali. Keluarkan di sini maksudnya diberikan pada orang lain.

Apakah sesuai dengan prinsip yang tengah saya jalani?

Semenjak saya pernah ngekos, saya mencoba hidup minimalis. Hidup minimalis mengajarkan saya untuk tidak begitu cinta mati dengan dunia yang fana. Hidup minimalis mengajarkan saya untuk merelakan. Hidup minimalis mengajarkan saya merasa cukup dengan apa yang saya miliki. Saya pun nggak merasa malu untuk memakai baju yang itu-itu mulu.

Mungkin saya bisa pinjam dulu?

Ini sih privilege saya yang tinggal bersama saudari-saudari dengan ukuran dan tinggi badan yang mirip-mirip, palingan beda satu dua senti saja. Kami sudah terbiasa saling meminjam pakaian. Untuk busana yang dipakai sesekali saja, kita nggak perlu beli. Beda cerita kalau untuk pakaian yang sering kita pakai sehari-hari, meski nggak ada larangan. Tentu saja ini konteksnya untuk pakaian luar, bukan pakaian dalam.

Kok dibikin ribet? Kan kalau ada uang ya tinggal beli?

Justru saya merasa pusing kalau merasa sudah punya kebanyakan barang. Apalagi barang itu tidak dimanfaatkan dengan maksimal.

Bagi saya yang rada malas belanja (karena kalau sekali belanja, milihnya lumayan lama, menguras waktu), pada saat belanja, saya akan mempertimbangkannya betul-betul.

Jadi, sebelum membeli baju (dan barang lainnya), saya akan mempertimbangkan, apakah barang ini akan benar-benar saya manfaatkan? Atau lebih sering dimuseumkan dalam lemari?

Semua akan kembali pada prinsip masing-masing.

*

Tulisan ini diikutsertakan dalam BPN 30 Day Ramadan Blog Challenge oleh Blogger Perempuan, dengan tema hari ke-26: Ide Baju Lebaran

Blogger Perempuan

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah meninggalkan kritik dan saran yang santun dan membangun :)

About

Taruih Baraja merupakan sebuah personal blog oleh seorang bernama Nadel. Isinya tidak spesifik di satu niche/topik, sebagaimana hidup dan pemikiran yang juga punya beragam warna [...] Kenali lebih lanjut

Contact

taruihbaraja@gmail.com

Made with ❤ Taruih Baraja