5 Cara Mengajarkan Anak Berpuasa

"Biim puasa?" tanya saya pada adek sepupu yang masih sekolah di Taman Kanak-kanak atau TK. Dia mengangguk saja sore itu, setelah ashar, saat datang ke rumah. Sebelum masuk bulan puasa pun saya sudah bertanya padanya apakah pada bulan Ramadan ini dia ikut puasa. Waktu itu, dia menjawab dengan lebih semangat dibanding sore ini ─yang mungkin saja dia sedang bersabar menanti waktu maghrib, saat melihat persiapan berbuka yang dilakukan sore itu di dapur. "Iya, kami di sekolah ada lomba puasa," jawabnya pada waktu pertama kali saya bertanya, sebelum bulan Ramadan.

Saya pun teringat masa kanak-kanak dahulu, saat saya pertama kali berpuasa. Teringat bagaimana saya bisa belajar berpuasa, melalui awal-awal yang berat bagi mata saat sahur dan lambung yang meronta saat siang menjelang petang. Pada akhirnya, latihan-latihan yang dimulai sejak kecil itu lah yang membuat saya bisa berpuasa karena terbiasa.

Cara mengajarkan anak berpuasa
Ilustrasi mengajarkan anak berpuasa. Foto oleh ibrahim abdullah via Unsplash

Semakin dini kita belajar berpuasa, akan semakin terlatih untuk melakukannya pada hari nanti. Maka pada artikel ini akan saya tuliskan 5 Cara Mengajarkan Anak Berpuasa yang saya pelajari dari berbagai sumber bacaan, dan tentunya juga termasuk dari pengalaman sendiri dan observasi kecil-kecilan pada lingkungan sekitar saya.

Penanaman dasar mengapa

Perintah berpuasa hadir dalam surah Al Baqarah ayah 183 yang menyatakan bahwa berpuasa pada bulan Ramadan adalah kewajiban bagi orang-orang beriman. Ini menjadi dasar mengapa puasa Ramadan dilakukan. Puasa pun menjadi salah satu rukun Islam. Maka, sebagai muslim yang beriman, kita pun melakukan puasa pada bulan Ramadan.

Alasan lain yang sering dibeberkan adalah dengan berpuasa, kita bisa merasakan bagaimana rasanya lapar, dan beragam manfaat puasa demi kesehatan. Namun menurut saya, memberitahukan alasan berpuasa kepada si kecil karena puasa itu merupakan rukun Islam saja sudah cukup. Mungkin nanti secara bertahap memberi tahu manfaat lain dari puasa.

Saya sendiri tidak ingat betul, kapan pertama kali saya kenal dengan rukun Islam. Mungkin sewaktu TK, karena waktu TK saya sudah belajar manasik haji. Namun telepas dari kapan saya belajar rukun Islam, saya sama saja dengan anak-anak lain pada umumnya yang suka bertanya kenapa / mengapa.

Pembiasaan dengan jadwal puasa

Bukan hanya anak-anak, kita yang sudah dewasa saja perlu beradaptasi dengan jadwal puasa setiap hari yang dilakukan pada bulan Ramadan ini. Meski anak-anak tidak perlu ikut menyiapkan makanan sahur / buka, tapi tetap saja kita punya ritme baru, dituntut makan pagi lebih awal, tidak nyemil, tidak makan siang, dan makan lagi pada saat maghrib tiba. Selain berhubungan dengan jadwal makan, pembiasaan ini juga memerlukan adaptasi terhadap jadwal tidur.

Saya teringat pada saat-saat pertama sahur waktu kecil. Mata rasanya berat. Tapi kalau tidak sahur, rasanya pun jadi lebih lemas beraktivitas pada siangnya karena bagaimana pun, puasa-puasa gitu, main tetap jalan. Kesabaran orang tua dalam membangunkan dan memastikan anak makan sahur sangat diperlukan pada momen ini. Begitu juga dengan mengatur jadwal tidur anak supaya tidak terlalu larut sehingga bisa bangun sahur dengan mata yang lebih ringan.

Pemberian apresiasi 

Beberapa sekolah memberikan Buku Ramadan yang berisi tabel amalan harian lengkap dengan tugas mencatat ceramah, dan nantinya ada apresiasi nilai, seperti yang dilakukan oleh sekolah saya dulu. Beberapa sekolah juga melatih anak berpuasa dengan lomba, seperti TK tempat Biim belajar. Beberapa orang tua juga "menghargai" puasa semisal seribu dalam satu hari (hitung-hitungan setiap jaman dan setiap orang tua bisa berbeda tentunya). Beberapa keluarga juga akan menghargai usaha anak dengan memberikan sajian berbuka favorit.

Namun, menghargai usaha anak dalam berpuasa dapat dilakukan dengan sesederhana tidak mengejeknya ketika ia haus atau lapar. Apa kita yang dewasa juga senang kalau diperlakukan begitu? Alih-alih mengejeknya, akan lebih baik untuk memberikan semangat padanya, kalau dia sudah berusaha untuk menunaikan rukun Islam, sebagaimana yang seharusnya umat muslim lakukan.

Keteladanan dari lingkungan

Anak-anak lumrahnya adalah meniru apa yang dilakukan oleh orang sekitarnya, terutama orang yang dekat dengannya dalam sehari-hari. Kan lucu juga kalau orang tua menyuruh anak berpuasa, tapi sendirinya tidak melakukannya. Apapun alasan yang diberikan, anak-anak akan lebih mementingkan bukti nyata yang orang tua / orang dewasa sekitar lakukan ketimbang kata-kata yang diucapkan.

Biim merupakan anak bungsu, dan abang-abangnya sudah berpuasa semua. Barangkali ini juga memberikan pengaruh terhadap Biim. Berbeda dengan Biim, saya tidak mempunyai saudara yang lebih tua di rumah pada saat TK, namun keluarga di rumah ─atuk, nenek, orang tua, dan oom─ berpuasa semua, yang meski pengaruhnya tidak sebesar kakak / abang yang anehnya lebih sering anak tiru dibanding yang lainnya, tapi cukuplah dari pada tidak ada.

Lingkungan bukan hanya berasal dari keluarga. Lingkungan juga bisa dari sekolah. Biim beruntung dimasukkan ke TK Islami, dengan "suntikan" materi / pembelajaran mengenai puasa di pesantren kilat Ramadan di TK-nya. Sementara saya, saya bahkan tidak punya memori bagaimana suasana belajar saat Ramadan di TK. TK saya juga cukup jauh dari rumah, dan teman-teman TK tak ada yang menjadi tetangga saya. Namun ketika kelas 1 SD, saya mulai berteman dengan tetangga yang rumahnya berjarak beberapa rumah. Karena teman saya ini juga berpuasa, saya pun jadi semangat ikutan puasa.

Tiada paksaan bagi anak-anak

Paksaan bisa membuat anak jadi trauma. Jadi, mengajarkan anak berpuasa sebaiknya dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan penuh kesabaran. Namanya juga percobaan pertama, biasanya kan lebih berat ya? Jika anak merasa sudah sangat lemas, dan sudah dibujuk tidur dulu, atau dengan bujukan apa itu, dan anak tetap gak tahan lagi mau berbuka.. mau gimana lagi? Orang tua mesti sabar dan mencoba lagi esok hari. Akan lebih baik jika keinginan berpuasa datang dari diri anak, bukan?

Dulu sewaktu kecil, saya dilatih berpuasa secara bertahap. Jika mau buka siang, okelah. Kalau mau buka sore, juga yasudah. Tapi lama-kelamaan, saya pun sadar juga kalau puasa Ramadan itu wajib dilakukan oleh orang muslim, dan pelan-pelan saya pun terlatih. Akhirnya, dari yang puasa sampai siang atau sore, dari puasa yang diam-diam nyemil Chuba di kamar mandi (*smack my head*), hingga terus melatih diri kalau puasa itu bukan hanya menahan diri dari makan dan minum saja.

Pembaca punya tips lainnya?

*

Tulisan ini diikutsertakan dalam BPN 30 Day Ramadan Blog Challenge oleh Blogger Perempuan, dengan tema hari pertama: Puasa Hari Pertama

Blogger Perempuan

12 comments:

  1. Anakku baru umur dua tahun tp setiap kami buka puasa atau sahur selalu sounding yah mski belum paham heheh, thank you tipsnya kak

    ReplyDelete
  2. Anakku hampir 5th tapi karena sudah TK jadi di puasa di sekolah karena ngga boleh bawa bekal mba heheu lumayan puasa 2 jam dan kalau disuruh makan jawabnya kan aku udah puasa. Memang ngajarin anak puasa harus dr kecil biar terbiasa sampai tua rajin puasa masya Allah tabarakallah

    ReplyDelete
  3. Adikku yang baru masuk SD sudah mulai puasa juga, meski kadang pas gak kuat akhirnya puasa setengah hari hehe... Memang susah-susah gampang ngajarin buat puasa, tapi sedikit demi sedikit nanti dia bakal mengerti

    ReplyDelete
  4. Sepakat nih pembiasaan jadwal puasa,karena dengan begitu gak hanya bulan ramadan tapi keseharian anak jadi lebih mudah teratur

    ReplyDelete
  5. Wah, setuju banget dengan tips-nya Mbak. Keteladanan dari lingkungan memang banyak membantu kelancaran si kecil berpuasa, nih. Saya pun sedang merasakan, tahun ini anak kedua saya juga baru belajar puasa, meski baru 5 tahun, Alhamdulillah kuat sampai Magrib. Mungkin juga karena orang serumah semuanya berpuasa, jadi dia lebih bersemangat menjalankannya.

    ReplyDelete
  6. betul banget nih, Sulungku pun juga saya ajarkan berpuasa secara bertahap, Alhamdulillah tahun ini dia niatnya pengen puasa full sebulan penuh, meski kalau saya lihat dia udah mulai loyo saya tawari tuk berbuka dia menolak dan jadi semangat lagi, meski sejam kemudian nanya, malam masih lama ya Ma? hihih

    ReplyDelete
  7. Tipsnya boleh ditiru nih. Secara ada balita di rumah. Pasti bakal siap-siap ngajarin puasa nantinya.

    ReplyDelete
  8. Sepakat banget sama tips di atas. Memang mesti memberikan pemahaman, trs dibiasakan untuk ikut sahur dan buka. Nanti lama2 dia akan paham. Meskipun memang nggak boleh dipaksa karena masih kecil. Hhh

    ReplyDelete
  9. Anak saya juga lagi tahap belajar mengenal puasa nih. Tapi kalau ada yang tidak puasa atau teman sebayanya makan di dekatnya, dia pingin ikutan juga. Hehe. Keteladanan memang penting ya Mbak

    ReplyDelete
  10. kalau saya masih mengenalkan puasa sih, mbak sama anak sulung saya yang umurnya 5 tahun. jadi dia diajak sahur dan puasa setengah hari. pengen juga ngajakin tarawih rutin sebenarnya tapi masih belum bisa

    ReplyDelete
  11. Wah masyaa Allah, bisa nih sy terapin klai udh punya anak heheh

    ReplyDelete
  12. mengajarkan anak berpuasa tuh susah-susah gampang ya, tetapi mmg harus sabar dan memberi pengertian kepada anak. Juga orangtua memberi contoh yang baik

    ReplyDelete

Terima kasih telah meninggalkan kritik dan saran yang santun dan membangun :)

About

Taruih Baraja merupakan sebuah personal blog oleh seorang bernama Nadel. Isinya tidak spesifik di satu niche/topik, sebagaimana hidup dan pemikiran yang juga punya beragam warna [...] Kenali lebih lanjut

Contact

taruihbaraja@gmail.com

Made with ❤ Taruih Baraja